Google Ad

Kamis, 02 Januari 2014

RoadTrip: Jakarta, Tasikmalaya, Purwokerto, Jogja, Solo, Pekalolangan

Perjalanan ini saya lakukan bersama keluarga selama 8 hari, berangkat dari Jakarta pada kurang lebih pukul 6.30 WIB hari Minggu tanggal 23 Desember 2013 dan kembali sampai rumah di Jakarta pada hari Minggu tanggal 29 Desember 2013 kurang lebih pukul 20.00 WIB. Kendaraan yang saya pakai adalah Toyota Innova Diesel tahun 2011.

Perjalanan dari rumah masuk tol Kebun Nanas ke arah Cikampek dan perhentian pertama adalah Rest Area KM 57 untuk sarapan Soto Sadang di tempat istirahat tersebut. Selanjutnya perjalanan kami lanjutkan menuju tol Purbaleunyi dan keluar pintu tol Cileunyi. Perjalanan ke Tasik Malaya tidak dilakukan melalui jalur yang biasa yaitu Nagrek-Malangbong-Tasikmalaya tetapi dilakukan melalui jalur Nagrek-Garut-Tasik Malaya. Di sepanjang jalur ini, terutama sampai dengan kota Garut terdapat beberapa tempat menarik yang dapat dikunjungi, antara lain Danau Cangkuang dan sumber air panas Cipanas. Di dalam kota Garut banyak sekali dijual aneka dodol dan aneka barang dan produk kulit.
Masjid Agung Tasikmalaya

Tasikmalaya

Sampai Tasikmalaya sekitar jam 14.00 WIB dan suasana selalu hujan rintik rintik. Kami menginap di Hotel Santika Tasikmalaya di  Jalan Yudanegara yang berada di pusat kota dan berjarak hanya 100 meter dari Mall terbesar di Kota itu yaitu Mall Mayasari. Hotel ini merupakan hotel baru yang modern. Terdapat Hotel yang sangat menarik di
Hotel Galunggung Tasikmalaya
jalan tersebut karena merupakan rumah tradisional yang dari luar kelihatan sangat antik, namanya Hotel Galunggung, sayang saya tidak sempat mencari tahu lebih jauh mengenai hotel ini.
Meskipun tidak sempat menjelajahi kota dengan lebih mendalam karena suasana yang hujan terus menerus, tetapi dapat diamati bahwa kota ini cukup bersih, rapi dan memiliki fasilitas kota yang cukup lengkap.
Pusat kota Tasikmalaya ditandai dengan Alun-alun dan Masjid yang cukup megah.

Purwokerto

Kami berangkat dari Tasikmalaya ke Purwokerto kurang lebih pukul 10.00WIB. Perjalanan dari Tasikmalaya ke Peurwokerto menyusuri jalan-jalan utama di Jalur Selatan Jawa. Lalu lintas cukup lancar meskipun telah memasuki musim liburan. Memasuki kota Purwokerto sekitar pukul 16.00 WIB dalam suasana hujan terus menerus hingga malam hari, sehingga praktis kami tidak dapat menjelajah kota, sehingga kami tidak dapat menjelaskan hal-hal istimewa di kota tersebut.

Di Purwokerto kami menginap di hotel kecil MGriya di Jalan Dr. Grumbeg, belakang RSUD Purwokerto. Hotel kecil, murah tetapi dengan kamar-kamar yang cukup bagus dan bersih. Petugasnya ramah dan Homy sekali.

Kami check out dari hotel jam 7.00 WIB, mencari sarapan sambil melihat-lihat kota, akhirnya kami sarapan di Stasiun Purwokerto. Soto ayam di kantin stasiun cukup mengundang selera, tidak bening tapi juga tidak terlalu kental santannya.
Berangkat ke Jogja dari Purwokerto kira-kira pukul 09.30 WIB.

 

Yogyakarta

 Perjalanan dari Purwokerto ke Jogja kami lakukan melalui jalur tengah yaitu: Purwokerto-Banjar Negara-Wonosobo-Temanggung-Magelang-Jogja. Jalur ini melintasi daerah-daerah dataran tinggi dan pengunungan Sindoro-Sumbing. Rute yang sangat bagus untuk perjalanan yang tidak tergesa-gesa.
Kami makan siang di rumah makan nasi liwet Mufid Duki kira-kira 5 Km sebelum memasuki kota Wonosobo. Nasi liwet yang enak, pantas dicoba jika lewat daerah itu. Jika ingin menikmati makan sambil merasakan suasana seperti di puncak, dapat berhenti di Kledung Pass. Disitu banyak sekali rumah makan dan warung kopi untuk istirahat, makan dan menikmati suasana.
Jika memiliki banyak waktu, Wonosobo juga merupakan akses masuk ke Deng Plateu. Anda bisa mampir di kawasan wisata itu.

Mengenai kota Jogja sendiri, tentu tidak perlu saya ceritakan karena sudah sangat dikenal. Tetapi pada saat kami di Jogja tanggal 24-25 Desember, suasana Jogja sangat penuh sesak karena berbarengan liburan anak-anak sekolah dan acara ritual bulan maulid Sekaten. Suasana benar-benar penuh sesak apalagi Malioboro huuuuh. Mudah mudahan, penguasa kota ini berhasil mengembangkan fasilitas kotanya sesuai dengan pertumbuhan minat orang datang ke sana dan mudah-mudahan orang yang datang saat itu tetap mau pergi ke sana.

Di Jogja kami menginap di Hotel Pyrenees, Jalan Sosrowijayan, yaitu pertigaan ke kanan pertama di Jalan Malioboro persis di belakang pertokoan, jadi tidak perlu naik kendaraan apapun ke Malioboro. Letaknya sangat strategis untuk pelancong yang mengincar Malioboro. Hotel ini hanya kalah strategis dari Hotel Ibis Malioboro dan Hotel Mutiara. Kelemahan hotel ini adalah Parkir yang sangat terbatas dan kamar yang tidak memiliki jendela ke luar. Tidak terlalu cocok untuk keluarga.
CAUTION: Jangan sekali-kali ke Jogja tanpa reservasi hotel terlebih dahulu pada musim liburan.

Hari ke dua kami pergi ke Parang Tritis. Saya rasa orang yang datang kesana ada 3 sebab. Pertama karena legenda, kedua karena kenangan masa lalu dan ketiga karena tidak tahu mau kemana lagi di Jogja. Pantai yang kotor, sepertinya tiap orang mengmbil keuntungan sebesar-besarnya pada pantai itu tanpa menjaganya sama sekali, apalagi merawatnya. Meskipun demikian untuk anak-anak ada sedikit kesenangan karena terdapat penyewaan ATV yang cukup murah, Rp 50 Ribu selama 30 Menit.

 

Solo

Kami sampai di Solo pada tangga 26 Desember 2013 kurang lebih jam 16.00. menyusuri Jalan Slamet Ryadi yang rindang dan tenang menjadi penawar hati setelah menyaksikan hiruk-pikuk di Jogja. Dua pusat kerajaan Jawa yang pada tahun 80 an relatif sama dari segi aktifitas dan ukurannya, sekarang besar sekali perbedaannya.

Kami menginap di The Royale Surakarta Heritage, hotel bintang 4 yang tarifnya relatif murah, sekitar 600rb an per malam. Hotel tersebut terletak di Gladak. Tepat di gerbang Keraton Kasunanan, ujung Jalan Slamet Ryadi yang merupakan jalan utma kota solo, 200 meter dari pasar klewer, seberang jalan pusat jajanan dan kuliner kota solo (Galabo) dan 500 meter dari Istana Mangkunegaran. Sangat strategis. Kelemahan dari hotel tersebut adalah, staf nya yang kurang responsif, ornamen-ornamen di kamar yang maksudnya memberi kesan mewah tapi malah membuat anak-anak takut, dan kolam renangnya dalam. Anak-anak tidak dapat berenang.

Kota Solo juga punya daya tarik wisata budaya dan alam yang cukup lengkap. Di sana juga terdapat banyak tempat kuliner yang dapat dinikmati, seperti nasi liwet keprabon, serabi, gudeg ceker, selat solo, tengkleng, dll.

Pada hari kedua kami ke Tawang Mangu, tidak ke gerojogan sewu, Candi Sukun atau Candi Ceto, tapi untuk sekedar menghirup udara pegunungan. Kira-kira 3 km sebelum Tawang Mangu, sebelah kanan jalan terdapat rumah makan dan hotel Sun Garden. Suasananya sangat bagus, udara yang sejuk, ada kolam renang, kolam ikan untuk memancing, arena mainan anak-anak yang lengkap. Namun demikian tempat itu  sepi dari pengunjung. Saya rasa masalahnya ada pada pengelolaan yang kurang profesional termasuk marketing.

 

Pekalongan

Berangkat dari kota Solo tanggal 28 jam 10.30 WIB menuju pit stop terakhir yaitu kota Pekalongan. Dari Solo kami tidak menempuh jalan utama ke arah barat yang melewati Kartosuro-Boyolali-Solotigo, tetapi ke utara arah Purwodadi, kurang lebih 20 km sampai di daerah Gemolong,  belok kiri (ke arah barat) jalur alternatif menuju Solotigo. Dari Gemolong sampai Solotigo kira-kira 1,5 jam perjalanan. Meskipun jalannya kecil, tetapi cukup mulus, pemandangan yang menyegarkan serta bebas dari kemacetan. Dari Solotigo kita mengikuti jalur utama menuju Pekalongan. Sampai di Pekalongan kira-kira pukul 15.00.

Pada malam hari kami mencoba menjelajah Kota Pekalongan dan ternyata Kota itu tidak terlalu luas. Keramaian di malam hari terpusat di Alun-Alun Kota yang penuh dengan pedagang. Pakaian, mainan anak anak dan terutama makanan. Anda bisa berburu kuliner di seputar alun alun tersebut. Kuliner khas di pekalongan adalah nasi megono.

Di Pekalongan kami meginap di Hotel Dafam yang cukup menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar